Monday, April 13, 2009

KPK akan Periksa Emir Moeis

Ketua Panitia Anggaran DPR RI Emir Moeis akan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus dugaan suap pada pembangunan dermaga dan bandara di wilayah Indonesia bagian timur.

Pemeriksaan terhadap politisi dari PDI-P itu dijadwalkan akan dilakukan di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (14/4) pukul 10.00 WIB.

KPK sebelumnya telah memeriksa sejumlah orang terkait kasus tersebut. Pada Senin (13/4), KPK memeriksa anggota DPR dari Partai Demokrat Jhonny Allen dan anggota DPR dari Partai Golkar Enggartiasto Lukita.


Sedangkan Jurubicara KPK Johan Budi kepada wartawan Senin (13/4)mengatakan, KPK ada rencana untuk memanggil Emir Moeis untuk diperiksa pada pekan ini.

Selain itu, ujar Johan, jumlah saksi atas kasus dugaan suap tersebut tidak tertutup kemungkinan akan bertambah.

Sebelumnya, petugas KPK telah menangkap anggota DPR dari Partai Amanat Nasional Abdul Hadi Djamal bersama pegawai Departemen Perhubungan dan pengusaha Hontjo Kurniawan.

Dalam penangkapan tersebut, Tim KPK menemukan uang sebesar Rp54,5 juta dan US$90 ribu yang diduga merupakan suap terkait proyek pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia bagian timur.

Abdul Hadi menyatakan, penangkapan dirinya terkait dengan pertemuan antara beberapa anggota DPR yang tergabung dalam Panitia Anggaran dan pejabat Departemen Keuangan di Hotel Four Seasons, Jakarta, pada 19 Februari 2009.

Menurut Abdul Hadi, pertemuan itu membahas kenaikan anggaran program stimulus fiskal 2009 untuk infrastruktur dari Rp10,2 triliun menjadi Rp12,2 triliun.

Read More......

Wednesday, April 1, 2009

Paskah Suzetta Mangkir dari Sidang Tipikor

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta tidak memenuhi panggilan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/3), dalam perkara aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.

Rencananya, Paskah akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara yang telah menjerat empat mantan Deputi Gubernur BI, Aulia Pohan, Maman H. Somantri, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin sebagai terdakwa.

"Saudara Paskah tidak bisa hadir karena sedang memberi arahan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan Tengah, Jawa Barat, dan Bali," kata penuntut umum KMS Roni.

Menurut Roni, tim penuntut umum sudah menerima surat pemberitahuan mengenai ketidakhadiran Paskah. Paskah Suzetta adalah anggota Komisi IX DPR ketika dana YPPI sebesar Rp100 miliar digunakan oleh pejabat Bank Indonesia (BI) pada 2003.

Dana itu antara lain mengalir ke sejumlah anggota DPR untuk pembahasan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI. Paskah adalah salah satu anggota DPR yang diduga menerima uang YPPI.

Tim penuntut umum juga menerima surat pemberitahuan dari mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin. Antony tidak bisa bersaksi dalam sidang perkara tersebut karana sakit.

Kasus aliran dana YPPI itu telah menjerat empat mantan Deputi Gubernur BI, Aulia Pohan, Maman H. Somantri, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin sebagai terdakwa.

Dalam kasus tersebut, mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, mantan Deputi Direktur Direktorat Hukum BI Oey Hoy Tiong, serta dua mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu telah dinyatakan bersalah.

Read More......

Kejagung Benarkan Pemeriksaan Fadel Muhammad

Dugaan Korupsi APBD Provinsi Gorontalo

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan membenarkan kabar pemeriksaan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana APBD Gorontalo tahun 2001-2005.

"Saya hanya membenarkan saja sesuai laporan yang diperoleh dari Aspidsus Kejati Gorontalo Andi Muhammad Taufik," ujar Jasman saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Selasa (24/3).

Menurut laporan yang diterimanya, pemeriksaan Fadel sebagai tersangka merupakan kali pertama setelah kejaksaan mendapat izin dari Presiden SBY. Izin tersebut, lanjut Jasman, disetujui oleh Presiden tertanggal 22 Desember 2008 dan baru diterima pihak kejaksaan pada bulan Januari lalu. Tanpa izin dari presiden, pihak kejaksaan tidak berwenang untuk memeriksa pejabat negara sesuai UU Nomor 4/1999. "Iya, dia (Fadel) memenuhi panggilan. Yang jelas sudah dimintai keterangan oleh kejaksaan di sana," tandasnya.

Read More......

Jhonny Allen Akui Hadir di Hotel Four Seasons

Setali tiga uang dengan anggota Panitia Anggaran dari Fraksi PKS Rama Pratama, Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Jhonny Allen Marbun akhirnya mengakui dirinya hadir dalam pertemuan di Hotel Four Seasons, Jakarta, 19 Februari 2009 lalu. Namun, ia bersikukuh pertemuan itu tidak ada kaitannya dengan kasus suap yang melilit politisi asal PAN Abdul Hadi Djamal.

"Yang harus dipahami makna pertemuan itu apa. Pertemuan itu tidak esensial karena tidak ada yang diputuskan, kita hanya menyamakan persepsi antara DPR dan pemerintah terkait usulan penggunaan Pasal 23 UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang APBN," ujar Jhonny kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (26/3).

Politisi asal Partai Demokrat ini membantah pernyataan tersangka Abdul Hadi Djamal yang menyebutkan bahwa ada 'aksi bagi-bagi uang' kepada pimpinan panitia anggaran dalam pertemuan itu.

"Mana ada proses pembagian ini-itu, belum ada yang diputuskan kok. Ini pertemuan biasa saja, sama halnya seperti pertemuan di Hotel Mulia, Hotel Gran Melia, dan lain-lain. Tidak ada notulensi rapat, karena tidak ada yang diputuskan," cetus dia.


Ketika ditanya siapa saja peserta pertemuan lainnya, Jhonny mengaku tidak ingat. "Saya tidak terlalu menganggap pertemuan itu, sambil lalu saja jadi saya tidak ingat," tambah Jhonny.

Kendati demikian, bila proses hukum menghendaki dirinya untuk memberikan keterangan, baik di Komisi Pemberantasan Korupsi maupun di muka pengadilan, Jhonny mengaku siap. "Dalam konteks hukum, kita tidak bisa menolak," imbuh dia.

Namun, ia mengaku hingga saat ini belum menerima undangan pemeriksaan dari KPK. "Saya kan sedang sosialisasi di dapil (Sumatera Utara). Mungkin dikirim ke kantor (DPR), saya belum cek," tukas dia.

Terpisah, Wakil Ketua KPK Haryono Umar menegaskan, proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk peserta pertemuan di Hotel Four Seasons dilakukan untuk memperkuat dugaan kasus suap yang menyeret Abdul Hadi Djamal, pegawai tata usaha Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Darmawati dan Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti Hontjo Kurniawan yang tertangkap tangan oleh KPK pada 2 Maret 2009. Saat ini ketiganya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. "Pemeriksaan saksi-saksi untuk memperkuat kasus suap," kata Haryono.

Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang tunai US$ 90 ribu dan Rp 54,5 juta dari mobil Abdul Hadi Djamal. Penangkapan diduga terkait pembangunan fasilitas laut dan udara di wilayah timur Indonesia dalam proyek bernama 'Program Lanjutan Pembangunan Fasilitas Laut dan Bandara' senilai Rp100 miliar.

Read More......

Jhonny Allen Marbun tidak Penuhi Panggilan KPK

Anggota DPR Jhonny Allen Marbun tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap terhadap anggota DPR Abdul Hadi Djamal. Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (30/3) mengatakan Jhonny telah mengirimkan surat pemberitahuan untuk tidak menghadiri pemeriksaan. "Alasannya berkaitan dengan kampanye," kata Johan.

Dalam surat itu, Jhonny juga meminta agar jadwal pemeriksaan terhadap dirinya diundur sampai setelah tanggal 9 April 2009 atau setelah pemilu legislatif. Johan menegaskan, pimpinan KPK belum mengambil keputusan terkait permintaan Jhonny Allen yang menginginkan pemeriksaan dilakukan setelah tanggal 9 April 2009. "Kita sedang mempelajari hal itu," kata Johan.

Menurut Johan, KPK tetap akan menyusun ulang jadwal pemeriksaan terhadap Jhonny Allen. KPK akan tetap melakukan penyidikan dugaan suap yang menjerat anggota DPR Abdul Hadi Djamal.

Nama Jhonny Allen sering disebut setelah Abdul Hadi bersama pegawai Departemen Perhubungan Darmawati dan pengusaha Hontjo Kurniawan ditangkap oleh petugas KPK. Dalam penangkapan itu ditemukan uang sebesar Rp54,5 juta dan 90 ribu dolar AS. Uang itu diduga terkait dengan proyek pembangunan dermaga dan bandara di Indonesia bagian timur. Sebelumnya ramai diberitakan, penyerahan uang dalam kasus itu telah terjadi beberapa kali. Jhonny Allen diduga menerima Rp1 miliar dari aliran uang tersebut. Dalam beberapa kesempatan, Jhonny Allen telah membantah. Dia menyatakan tidak terkait dengan kasus suap tersebut.

Namun, pernyataan itu berbeda dengan pengakuan Abdul Hadi Djamal. Abdul mengatakan, dirinya dan Djonny Allen adalah anggota DPR yang pernah dilobi oleh pengusaha Hontjo Kurniawan yang juga pemberi dana. Bahkan, Abdul menuding Jhonny sebagai inisiator pertemuan informal tentang penambahan anggaran program stimulus fiskal 2009 dari Rp10,2 triliun menjadi Rp12,2 triliun. Menurut Abdul, keputusan rapat informal itu berujung pada penangkapan dirinya oleh petugas KPK.

Read More......

Jhonny Allen Tegaskan tak Terkait Suap

Anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR Jhonny Allen Marbun menegaskan tidak terkait dengan kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Fraksi PAN DPR Abdul Hadi Djamal yang kasusnya sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jhonny pada Rabu (1/4) melakukan klarifikasi di Gedung DPR/MPR Jakarta terkait namanya yang disebut-sebut dalam proses pemeriksaan terhadap Abdul Hadi Djamal.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono hari Rabu dari London telah memerintahkan Jhonny Allen untuk menghentikan kampanyenya dan segera memenuhi panggilan KPK dalam kesempatan pertama atau secepatnya.

KPK telah menangkap dan menahan Abdul Hadi Djamal karena dugaan suap terkait pembahasan dana stimulus diskal APBN 2009.

Jhonny Allen Marbun telah dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 30 Maret 2009, tetapi meminta pemeriksaan dilakukan 9 April 200. Dia tidak memenuhi panggilan KPK degan alasan masih sibuk berkampanye di daerah pemilihannya di Tapanuli dan sekitarnya (Sumatera Utara).

Dia mengatakan, permohonan untuk penjadwalan ulang atas pemanggilan KPK sebagai saksi atas perbuatan orang lain adalah bagian dari proses penegakan hukum dan menjadi hak bagi setiap warga negara. Dia mengemukakan, kasus ini mengarah kepada politisasi dan sangat tendensius. "Saya, selaku kader Partai Demokrat, menjunjung tinggi program pemberantasan korupsi yang dipimpin oleh pemerintahan SBY-JK," katanya.

Dia berterima kasih kepada profesionalitas KPK atas penjadwalan ulang pemanggilan sebagai saksi dan hal ini juga bagian dari penegakan hukum. "Saya siap hadir tepat waktu pada pemanggilan berikutnya oleh KPK," katanya.

Dia menyatakan, sama sekali tidak pernah mengetahui kasus Abdul Hadi Djamal telah ditangkap KPK. Pertemuan yang disebutkan Abdul Djamal pada 19 Pebruari 2009 di sebuah hotel tidak berkaitan sama sekali dengan perbuatan yang dilakukan Abdul Hadi Djamal. "Pertemuan tersebut murni hanya menanyakan dan menyamakan persepsi terhadap rencana pemerintah untuk melakukan perubahan APBN 2009 dengan menggunakan Pasal 23 UU No.41/2008 tentang APBN tahun 2009," katanya.

Dia mengemukakan, upaya mengaitkan dirinya dalam kasus dugaan suap dengan tersangka Abdul Hadi Djamal telah dimanfaatkan secara tidak sehat dalam persaingan politik nasional dalam kampanye Pemilu 2009 oleh beberapa pknum caleg dan tim sukses. Hal itu terjadi di Dapil II Sumatera Utara (Tapanuli dan sekitarnya).

Jhonny yang sebelumnya anggota DPR dari Dapil Papua, kini mencalonkan lagi menjadi anggota DPR dari FPD. Dia berharap, semua pihak menjauhkan upaya menjatuhkan atau mendeskriditkan seseorang.

Read More......

Abdul Hadi Djamal Perbaiki BAP di KPK

Anggota Komisi V DPR (FPAN) Abdul Hadi Djamal yang saat ini berstatus tersangka kasus suap proyek pembangunan fasilitas laut dan udara di kawasan Indonesia Timur, mengaku memperbaiki berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (30/3).

"Saya hanya memperbaiki BAP," ujar Abdul Hadi Djamal kepada pers di Gedung KPK, Jakarta. Namun, Abdul Hadi Djamal menolak merinci BAP yang diperbaikinya.

Abdul Hadi Djamal menjalani pemeriksaan selama sekitar 10 jam. Selain Abdul Hadi, KPK�juga memeriksa dua tersangka lainnya yakni pegawai Departemen Perhubungan Darmawati dan pengusaha Hontjo Kurniawan.

Ketika ditanyakan mengenai ketidakhadiran Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Jhonny Allen Marbun ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi, Abdul Hadi Djamal mengaku tidak merasa dikorbankan. "Kasihlah kesempatan mereka kampanyelah. Tugas KPK kan memeriksa saya. KPK itu profesional, mereka sudah punya data semuanya," kata dia.

Abdul Hadi mengaku telah memberikan semua data-data yang berkaitan dengan kasus suap yang menjerat dirinya. Ia pun menolak berkomentar lebih jauh mengenai pertemuan di Hotel Four Seasons pada 19 Februari 2009 yang diduga dihadiri antara lain oleh Jhonny Allen, anggota Panitia Anggaran DPR dari FPKS Rama Pratama, dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu.

"Nantilah kita tunggu Pak Jhonny Allen dulu, pasti akan lebih menarik," tukas dia.

Read More......

MA Tunggak 8.280 Perkara

Mahkamah Agung (MA) masih menunggak sebanyak 8.280 perkara yang merupakan sisa perkara 2008.

Ketua MA Harifin A Tumpa, di Jakarta, Rabu (1/4), mengatakan, saat ini perkara di MA yang masih berjalan sebanyak 8.280 perkara. "Di akhir tahun 2007, sisa perkara sebanyak 10.827 perkara, sementara perkara yang masuk ke MA per Januari-Desember 2008 sebanyak 11.338 perkara. Perkara yang diputus sepanjang 2008 ini mencapai 13.885 perkara," katanya dalam acara Laporan Pertanggungjawaban MA 2008, di Jakarta, Rabu.

Ketua MA menyatakan pada 2009, MA akan secara formal menetapkan kategori tunggakan perkara, yaitu semua perkara yang telah berusia dua tahun sejak perkara diregistrasi. "Dengan batasan tersebut, akan menjadi jelas berapa jumlah tunggakan perkara di MA," katanya.


Ia menyebutkan jenis perkara yang diselesaikan MA pada 2008, yakni, Tata Usaha Negara (TUN) sebesar 14 persen, Perdata Khusus 10 persen, Perdata Umum 32 persen, Pidana Umum 32 persen, Perdata Agama tujuh persen, Pidana Militer satu persen dan Pidana Khusus empat persen.

Dikatakan, perkembangan proses pengikisan tunggakan perkara terus berjalan dengan gradual. "Rencana MA menetapkan definisi tunggakan perkara sebagai perkara yang belum diselesaikan dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju dalam waktu dua tahun sejak registrasi," katanya.

Dengan proses itu, ia menyatakan maka upaya MA ntuk mengikis tunggakan semakin terfokus dan terus menunjukkan hasil positif. Ia menyebutkan grafik perkara masuk ke MA menunjukkan peningkatan, yakni, pada 2005 sebanyak 7.468 perkara, 2006 7.825 perkara, 2007 9.516 perkara dan 2008 11.338 perkara.

Perkara yang putus menunjukkan peningkatan, yakni, 2004 sebanyak 6.241 perkara, 2005 11.807 perkara, 2006 11.770 perkara, 2007 10.714 perkara dan 2008 13.885 perkara.

Di samping itu, ia menyatakan kinerja MA dalam penanganan perkara pidana khusus dapat dilihat dari jumlah putusan, yaitu, perkara korupsi sebesar 46 persen, narkotika/psikotropika 14 persen, perlindungan anak 20 persen, dan ilegal logging 20 persen. "Sedangkan hukuman yang diberikan, meliputi pidana mati dua persen, pidana penjara 71 persen dan bebas 27 persen," katanya.

Read More......

DKP-Kejagung Tingkatkan Kerja Sama

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) meningkatkan kerja sama untuk mengatasi tindak kejahatan perikanan yang disinyalir telah menjadi kejahatan terorganisir lintas negara (trans national organized crime).

Peningkatakan kerjasama tersebut tertuang dalam MoU yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Selasa (31/3). "Praktik pencurian ikan sekarang ini semakin marak terorganisir hingga ke tingkat regional. Karena itu perlu kerjasama lebih solid untuk menekan tindak pidana perikanan ini," kata Freddy.

Walaupun ia meyakini kerugian negara dari pencurian ikan kini berkurang dari Rp30 triliun per tahun, namun praktik pencurian ikan masih tetap marak dilakukan di perairan Indonesia. Menurut dia, sebuah kapal pencuri ikan asing yang disinyalir dilakukan secara terorganisir di perairan Indonesia mampu menangkap 500 hingga 600 ton ikan dalam setiap operasinya. Bahkan ikan hasil tangkapan langsung diproses diatas kapal untuk segera dikirim ke luar negeri. "Ini yang sedang jadi target tangkapan kita," ujar Freddy.

Untuk itu ia berharap dengan ditandatanganinya MoU antara DKP dengan Kejagung akan mampu menjerat dan mempercepat proses hukum dari tindak pidana perikanan yang terjadi di Indonesia. Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan pihaknya akan mendukung upaya DKP dalam mengedepankan laut sebagai sumberdaya yang mampu meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu, ia mengatakan perlu ada pengelolaan yang tegas dan bijaksana di perairan Indonesia yang sering menjadi sasaran dan dimanfaatkan kekayaannya oleh pihak asing. Ia menambahkan perlunya struktur hukum yang kuat dan berwibawa untuk dapat melindungi sektor kelautan dan perikanan Indonesia, salah satunya dengan menggunakan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. "Namun secara bertahap infrastruktur hukum akan terus diperbarui sehingga mampu mengantisipasi masalah hukum perikanan," ujarnya.

Isi MoU itu sendiri antara lain menyepakati masalah koordinasi dalam penanganan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan, koordinasi dalam pemberian insentif bagi aparat penegak hukum yang berhasil menjalankan tugas menyelamatkan kekayaan negara, pendidikan dan pelatihan teknis bersama di bidang kelautan dan perikanan, pemberian pertimbangan dan bantuan hukum dalam masalah perdata dan tata usaha negara di lingkup DKP.

Read More......

DKP-Kejagung Tingkatkan Kerja Sama

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) meningkatkan kerja sama untuk mengatasi tindak kejahatan perikanan yang disinyalir telah menjadi kejahatan terorganisir lintas negara (trans national organized crime).

Peningkatakan kerjasama tersebut tertuang dalam MoU yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Selasa (31/3). "Praktik pencurian ikan sekarang ini semakin marak terorganisir hingga ke tingkat regional. Karena itu perlu kerjasama lebih solid untuk menekan tindak pidana perikanan ini," kata Freddy.

Walaupun ia meyakini kerugian negara dari pencurian ikan kini berkurang dari Rp30 triliun per tahun, namun praktik pencurian ikan masih tetap marak dilakukan di perairan Indonesia. Menurut dia, sebuah kapal pencuri ikan asing yang disinyalir dilakukan secara terorganisir di perairan Indonesia mampu menangkap 500 hingga 600 ton ikan dalam setiap operasinya. Bahkan ikan hasil tangkapan langsung diproses diatas kapal untuk segera dikirim ke luar negeri. "Ini yang sedang jadi target tangkapan kita," ujar Freddy.

Untuk itu ia berharap dengan ditandatanganinya MoU antara DKP dengan Kejagung akan mampu menjerat dan mempercepat proses hukum dari tindak pidana perikanan yang terjadi di Indonesia. Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan pihaknya akan mendukung upaya DKP dalam mengedepankan laut sebagai sumberdaya yang mampu meningkatkan perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu, ia mengatakan perlu ada pengelolaan yang tegas dan bijaksana di perairan Indonesia yang sering menjadi sasaran dan dimanfaatkan kekayaannya oleh pihak asing. Ia menambahkan perlunya struktur hukum yang kuat dan berwibawa untuk dapat melindungi sektor kelautan dan perikanan Indonesia, salah satunya dengan menggunakan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. "Namun secara bertahap infrastruktur hukum akan terus diperbarui sehingga mampu mengantisipasi masalah hukum perikanan," ujarnya.

Isi MoU itu sendiri antara lain menyepakati masalah koordinasi dalam penanganan perkara tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan, koordinasi dalam pemberian insentif bagi aparat penegak hukum yang berhasil menjalankan tugas menyelamatkan kekayaan negara, pendidikan dan pelatihan teknis bersama di bidang kelautan dan perikanan, pemberian pertimbangan dan bantuan hukum dalam masalah perdata dan tata usaha negara di lingkup DKP.

Read More......

Penggantian Kajati Gorontalo tidak Terkait Fadel

Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah kabar yang menyebut penggantian Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Gorontalo, Suratno oleh Bambang Waluyo 19 Maret lalu, terkait penetapan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, menjadi tersangka.

"Tidak ada hubungannya (Fadel Muhammad), itu hanya mutasi biasa," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Senin (30/3).

Seperti diketahui, penetapan tersangka Fadel Muhammad sudah dilakukan pada Januari 2009. Kapuspenkum menyatakan persoalan Gubernur Gorontalo itu, diserahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan saat ini. "Kita serahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan," katanya.

Terkait adanya protes dari Fadel Muhammad mengenai penetapan sebagai tersangka tersebut, Kapuspenkum tidak mau berkomentar. "Saya tidak akan memberikan tanggapan apapun," katanya.

Sebelumnya dilaporkan, Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, Selasa (24/3) diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo sebagai tersangka kasus pengucuran dana Sisa Lebih Perhitungan (Silpa) APBD 2001 sebesar Rp5,4 miliar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Jasman Pandjaitan mengatakan, Kejati Gorontalo telah melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan Gubernur Gorontalo. "Gubernur Gorontalo Ir Fadel Muhammad tersangka dalam kasus pengucuran dana Silpa APBD tahun 2001 sebesar Rp5,4 miliar," katanya.

Dikatakan, dana Rp5,4 miliar itu, dibagikan kepada 45 orang anggota DPRD Provinsi Gorontalo sebagai dana mobilisasi. "Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah lebih dulu memperoleh izin dari Presiden. Dalam kasus tersebut, tersangka bersama-sama dengan AT (Ketua DPRD Gorontalo tahun 2001) tanpa dasar hukum yang jelas, telah menggunakan dana Silpa yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah," katanya.

Read More......

Mantan Dirut Keuangan RNI Dinilai Rugikan Negara Rp4,62 Miliar

Mantan Direktur Keuangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ranendra Dangin didakwa Jaksa Penuntut Umum merugikan negara Rp4,62 miliar dalam proyek impor gula kristal putih sebanyak 100 ribu ton pada 2003 sampai 2004.

Tim Penuntut Umum ketika membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/3) juga menyatakan Ranendra telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp3,83 miliar dalam proyek tersebut.

Tim Jaksa Penuntut yang terdiri atas Zet Tadung Alo, Supardi, Irene Putrie, dan Ely Kusumastuti menguraikan RNI telah mengadakan kerja sama operasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran gula kristal putih sebanyak 100 ribu ton antara RNI dan Perum Bulog pada 2003 sampai 2004. Ranendra Dangin adalah salah satu pemegang kuasa atas rekening bersama dalam rangka program impor tersebut.

Jaksa menguraikan, Ranendra telah memperkaya diri, antara lain dengan menggunakan dana biaya operasional RNI dari biaya distribusi rekening bersama sebesar Rp250 juta. Pada 8 Desember 2003, Ranendra menandatangani surat permohonan pencairan dana operasional sebesar Rp500 juta di rekening gabungan. Pencairan itu disetujui oleh Direktur Keuangan Perum Bulog Sean Achmady, sehingga dana Rp500 juta bisa dicairkan. "Kemudian diserahkan secara tunai kepada terdakwa sebesar Rp250 juta," ungkap jaksa.

Ranendra dinilai juga telah memerintahkan pencairan dana distribusi sebesar Rp974,2 juta. Dana itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Selain itu, Ranendra juga mengalihkan rekening dana denda pajak serta dana pengurusan dokumen pajak cacat sebesar Rp3,4 miliar ke rekening atas nama dirinya dan seorang bernama Agus Subekti. "Dana itu untuk kepentingan pribadi dan diberikan kepada orang lain," ujar tim penuntut umum.

Jaksa menjerat Ranendra dengan pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Perbuatan Ranendra bisa dikategorikan sebagai penggelapan uang atau surat berharga. Oleh karena itu, Tim Penuntut Umum juga menjerat Ranendra dengan pasal 8 jo pasal 18 jo UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Read More......

KPK Ultimatum Jhonny Allen Marbun

Sekali lagi mangkir KPK mengultimatum akan menangkap Jhonny Allen Marbun. Pemanggilan ini ditegaskan lagi, tidak bernilai politis.

KPK beri ultimatum kepada Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai demokrat Jhonny Allen Marbun jika kembali mangkir dari pemanggilan. Wakil Ketua Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto menyatakan pihaknya takkan segan-segan menjemput paksa. "Jika sekali lagi kami panggil tidak hadir akan kami tangkap," ujarnya, Selasa (31/3).

Bibit menyatakan KPK akan kembali melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan pada tanggal 13 April 2009. Menurutnya jika dalam dua kali pemanggilan masih mangkir, saksi dapat didatangkan secara paksa. "Walaupun ada surat keterangan yang sama dari pihaknya," jelasnya.


Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua KPK Antasari Azhar. Dalam pesan singkatnya ia menyatakan pemanggilan sebagai saksi telah diatur dalam KUHAP. "Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi dan KUHAP membenarkan hal tersebut," ujarnya.

Ia menyatakan pemanggilan ini tidak memiliki nilai politis apapun proses yang dijalankan ini merupakan proses hukum. "Pemanggilan untuk saksi memang berbeda dengan pemanggilan terhadap tersangka. Namun semua saksi itu sama," ungkapnya.

Jhonny Allen sendiri akan diperiksa oleh KPK berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dana stimulus. Kasus ini terungkap ketika KPK berhasil menangkap Anggota Komisi V dari PAN Abdul Hadi Djamal dalam transaksi kasus korupsi proyek pengembangan fasilitas laut dan bandara 2009. Abdul Hadi Djamal ditangkap KPK di Jakarta bersama PNS Dinas Perhubungan Darmawati Dareho dan ditemukan uang sejumlah US$90 ribu dan Rp54,5 juta di dalam mobil mereka.

Dalam keterangannya Abdul Hadi mengaku bahwa beberapa anggota Panitia Anggaran DPR RI menerima sejumlah uang dari Departemen Keuangan untuk meloloskan dana stimulus APBN. Pertemuan antara panitia anggaran dan Departemen Keuangan ini dilakukan di Hotel Four Season Jakarta pada 19 Maret 2009. Dua anggota panitia anggaran tersebut antara lain Jhonny Allen Marbun dan Rama Pratama.

Read More......

SBY Minta Johny Allen Penuhi Panggilan KPK

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR dari Partai Demokrat Johny Allen Marbun untuk segera memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"DPP PD sudah menerima intruksi dari Ketua Dewan Pembina untuk meminta Johny Allen memenuhi pemanggilan KPK," kata ketua DPP PD Andi Malarangeng di Bravo Media Centre Jakarta, Jakarta, Selasa (31/3). Diungkapkannya, Johny jangan menjadikan kampanye sebagai alasan untuk mangkir.

Andi mengatakan Johny harus menghentikan kegiatan kampanyenya dan lebih mendahulukan panggilan KPK. "Kampanye yang bersangkutan harus dihentikan dan mendahulukan panggilan pertama KPK ini," ujar Andi.

Lebih lanjut tutur Andi, SBY menekankan bahwa jangan sampai ada kader demokrat yang tidak memenuhi proses hukum apalagi soal korupsi, karena pemberantasan korupsi merupakan prioritas dan agenda utama presiden SBY.

Ditanya kemungkinannya Johny tidak menghiraukan imbauan tersebut, Andi menyatakan partai punya mekanisme sendiri. Namun ia yakin Johny mempunyai itikad baik untuk mengindahkan imbauan tersebut. "Kita lihat saja nanti, biarkan proses hukumnya berjalan terlebih dahulu," tukasnya.

Imbauan langsung dari SBY itu, ucap Andi, menggambarkan bahwa SBY tetap konsisten, konsekuen dan tanpa pandang bulu dalam hal penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi.

Read More......

ICW Laporkan Dugaan Korupsi Proyek SISMIOP

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan korupsi proyek Pengembangan Basis Data Pajak X (SISMIOP) pada Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Kuangan, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Pusat Data dan Analisa ICW Firdaus Ilyas di gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/4) mengatakan dugaan korupsi itu terkait dengan rakayasa penunjukan rekanan dan aliran uang dalam proyek yang dipusatkan di Jawa Tengah itu. Proyek tersebut dijalankan berdasar kontrak kerja nomor PRJ-50/PIMBAGPRO/2004 tanggal 27 September 2004 dan surat perintah mulai kerja nomor ST-51 PIMBAGPRO/2004 tanggal 27 September 2004.

Proyek itu bernilai Rp3,1 miliar dengan cakupan pekerjaan meliputi wilayah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Semarang, Ungaran, Demak. Dugaan korupsi itu bermula saat terjadi pertemuan antara pihak PT Sucofindo dengan oknum pada Ditjen Pajak yang difasilitasi oleh pejabat PT Displan Consult. PT Displan Consult adalah perusahaan yang sering menjadi rekanan Ditjen Pajak.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh pihak PT Exsa International itu diduga menyepakati untuk memenangkan PT Sucofindo dalam proyek itu. Para pihak tersebut juga diduga mengatur harga kesepakatan dan melakukan lobi terhadap pejabat proyek. "Sebagai konsekuensinya PT Sucofindo diminta memberikan fee kepada pihak-pihak terkait," kata Firdaus.

ICW menduga telah dibuat lima kontrak fiktif dengan nilai keseluruhan sekiar Rp1,6 miliar untuk memperlancar proyek tersebut. Akibat rekayasa tersebut, ICW menduga negara mengalami kerugian sebesar Rp1,6 miliar. Hal itu selaras dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota dan Kabupaten Semarang tahun anggaran 2004. Hasil audit itu menyatakan ada indikasi penyimpangan APBD sebesar Rp1,16 miliar untuk proyek Pembangunan Basis Data Pajak (SISMIOP).

Read More......

Kejagung Periksa Tersangka Kasus Korupsi PLTU Sampit

Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (23/3) memeriksa dua tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2x7 MW di Sampit, Kalimantan Tengah.

Kedua tersangka itu, yakni Agus Wijayanto Legowo (Dirut PT Karya Putra Powerin (KPP)) dan Hesti Ani Tjahyanto alias Ica Soelaiman (Komisaris Utama PT KPP). Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Arminsyah, membenarkan, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap kedua orang tersangka itu yang berlangsung sejak pukul 10.30 WIB. "15 pertanyaan ditanyakan kepada keduanya," katanya.

Seperti diketahui dalam kasus tersebut, kejaksaan sudah menetapkan enam tersangka, Agus Wijayanto, Dirut PT Karya Putra Powerin (PT KPP), Hesti Indah Cahyanto (Komisaris PT KPP), Dian Siswanto (Relationship Manager PT Bank Mandiri), dan Rudi Wibisono (Manager Commercial Banking Centre PT Bank Mandiri).

Kemudian, Dirut PT Mosesa Internasional, Brahmantyo Irawan Kuhandoko dan Dirut PT Karya Putra Powerin (KPP), Achmad Fachrie. Kedua sudah ditahan. Kasus tersebut bermula pada 15 Januari 2004, PT KPP dan PT PLN Wilayah Kalselteng, telah menandatangani surat perjanjian pembalian listrik untuk lokasi Sampit yang akan mulai berlaku efektif, setelah PT KPP menyelesaikan pembangunan PLTU 2,7 MW, yang ditandatangani oleh Agus Wijayanto Legowo selaku Dirut PT KPP dan Purnomo Willy BS selaku General Manager (GM) PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (Kalteng).

Pada 6 Mei 2004, PT KPP mengajukan permohonan fasilitas kredit, ke Bank Mandiri Cabang Jakarta Thamrin senilai Rp63,371 miliar, dengan melampirkan data-data PT KPP yang tidak benar.

Seolah-olah PT KPP memiliki sejumlah dana self financing untuk pembangunan PLTU tersebut, sebagaimana laporan keuangan tahun 2003-2004 dan transaksi keuangan pada Bank Mega yang dipalsukan.

Ternyata, penggunaan dana itu tidak sesuai untuk peruntukkannya, akibatnya PT KPP tidak dapat merealisasikan pembangunan proyek tersebut. Pada 2006, Bank Mandiri menyatakan bahwa kredit PT KPP tersebut, macet dengan jumlah out standing hingga 31 Desember 2008 sebesar Rp76,675 miliar.

Read More......

KPK Tetap Panggil Jhonny Allen

Juru bicara Komisi Permberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengatakan, sampai hari ini KPK tetap menjadwalkan pemeriksaan Jhonny Allen Marbun pada 13 April 2009.

"Penetapan itu bukan karena akomodasi permintaan Jhonny tapi karena KPK merasa mau memperdalam dulu proses penyidikan dan memutuskan pemeriksaan tanggal 13 April," ujarnya kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, hari ini.

Wakil Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR Jhonny Allen diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dana stimulus pembangunan dermaga dan bandara Indonesia timur dengan tersangka Abdul Hadi Djamal.

Selain Jhonny, dikatakan Johan, KPK juga menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Enggartiasto Lukito, untuk menjadi saksi kasus yang sama.

"Enggar mungkin juga diperiksa sebagai saksi setelah tanggal 9, tapi suratnya belum kita layangkan," ujar Johan.

Sebelumnya diberitakan, SBY memerintahkan kadernya Jhonny Allen untuk menghentikan kampanye dan memenuhi panggilan KPK. Seruan itu disampaikan jubir SBY, Andi Malarangeng, dalam konferensi pers, Selasa (31/3).

Read More......

Kasus Korupsi Para Kepala Daerah

Kasus korupsi telah lama ditemukan di pemerintahan tiap daerah bahkan di tiap negara baik negara berkembang maupun negara maju sekalipun. Tak terkecuali di daerah di Indonesia. Akhir-akhir ini mulai marak diberitakan mengenai penangkapan atau setidaknya usaha penangkapan para kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Diantaranya adalah mantan Bupati Rokan Hulu, Pekanbaru dan mantan Bupati Jember.

Mantan Bupati Rokan Hulu, Ramlan Zas dan juga mantan Sekretaris Daerah Rokan Hulu Syarifuddin Nasution divonis Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pangarayan. Masing-masing dijatuhi hukuman 3 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Kedua terdakwa kasus korupsi dana tak terduga APBD Rokan Hulu 2003 sebesar Rp. 3,5 miliar tersebut divonis dalam dua sidang yang berbeda.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut Ramlan dengan hukuman penjara selama 5 tahun. Ramlan tentunya tidak puas dengan keputusan hakim. Beliau dengan tim pengacaranya yang terdiri dari 6 orang itu langsung menyatakan keberatan dan mengajukan banding.

Selain itu, PN Pasir Pangarayan juga menjatuhkan vonis selama 3 tahun hukuman penjara dan denda sebanyak Rp. 75 juta untuk terdakwa Syarifuddin Nasution. Syarifuddin adalah mantan sekretaris daerah Rokan Hulu. Beliau dinilai terlibat langsung dalam penyalahgunaan dana APBD tersebut.

Selama sidang berlangsung, tidak terjadi keributan dan aparat keamanan menjaga ketat area sekitar PN Pasir Pangarayan.

Sementara itu, di daerah lain yakni di Jember, mantan Bupati Jember, Samsul Hadi Siswoyo divonis 6 tahun penjara karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp. 19 miliar. Samsul diadili dalam kasus korupsi APBD Jember 2004. Menurut JPU, ada sejumlah uang negara yang disebutkan sebagai pinjaman, tetapi kemudian dialihkan ke rekening pribadi Samsul. Beliau juga dikenai denda sebanyak Rp. 100 juta, serta harus membayar uang pengganti sebesar Rp. 9,8 miliar.

Putusan majelis hakim itu separuh dari tuntutan JPU yang meminta Samsul dihukum selama 12 tahun penjara.

Dari jumlah kerugian yang tercantum dalam dakwaan terdapat dana sekitar Rp. 18 miliar yang hilang dari kas Pemerintah Kabupaten Jember. Jumlah tersebut terdiri dari akumulasi selisih kas daerah sampai tahun 2004 sebesar Rp. 7,95 miliar dan selisih kas daerah tahun 2005 sebesar Rp. 10,05 miliar.

Serupa dengan Ramlan Zas, Samsul pun menyatakan keinginannya untuk naik banding atas hukuman yang dijatuhkan padanya.

Read More......